Ads 468x60px

Pages

Sabtu, 02 April 2011

Persma dan Pergerakan

Persma jangan terjebak dalam romantisme masa lalu. Seharusnya, persma harus bersikap dinamis dengan cara mengemas media agar dapat terus mengikuti perkembangan zaman. Hal itu bukanlah tugas mudah.

Berbicara tentang pers mahasiswa (persma) tak bisa dilepaskan dari pergerakan mahasiswa. Persma ikut mendukung penuh pergerakan mahasiswa untuk mengubah situasi yang semakin tidak kondusif. Masih hangat dalam ingatan kita ketika mahasiswa berhasil menggulingkan rezim Soeharto. Sampai saat itu persma berfungsi sebagai media informasi dan pergerakan mahasiswa yang dimotori senat mahasiswa sebagai mediator.
Persma dan pergerakan mahasiswa terus bergandengan tangan untuk menentang kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat, sampai pada peristiwa reformasi tahun 1998. Saking melekatnya persma dengan pergerakan mahasiswa sulit memisahkan keduanya. Hal ini didasari dari kesamaan visi dan misi. Keduanya berorientasi kritis terhadap ketimpangan sosial. Namun hal ini sungguh disayangkan ketika para penggiat persma banyak mencampur adukkan keduanya. Padahal keduanya mempunyai cara berbeda dalam melaksanakan fungsinya.
Persma mempunyai jalannya sendiri dalam bergerak. Tanpa harus turun ke jalan, persma sudah melakukan pergerakan dalam menjalankan visi dan misinya. Dengan memuat pemberitaan yang memonitori kaum birokrat, dan demi kepentingan rakyat, sebetulnya persma sudah melakukan fungsinya.
Kini sepertinya persma telah kehilangan arah. Tidak tahu harus berjalan ke mana. Karena segmentasi pasar persma telah hilang. Banyak dari mahasiswa sendiri tidak perduli dengan keberadaan persma. Persma yang masih bertahan harus bersikap dinamis tak hanya melulu mengikuti ego untuk mengikuti kemauan pasar.
Kita harus mengakui telah terjadi bias pada segmentasi pasar persma. Dahulu, di mana keadilan diabaikan persma tak hanya aktif di sekitar kampus saja. Persma aktif ikut melakukan pergerakan turun aksi kejalan untuk berada pada garda depan di samping menerbitkan media.
Memang ketidakadilan masih sering terjadi di sekitar kita. Bukannya melarang persma aktif turun ke jalan. Saya pikir persma akan kalah gaungnya dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat yang saat ini sangat aktif dan memang fokus pada permasalahan ketidakadilan. Jika aksi turun ke jalan itu dilakukan, penggiat persma tersebut harus melepaskan atribut persmanya.
Sebaiknya persma tidak terjerembab dalam lumpur masa silam yang justru membuat persma ditinggal pasarnya. Persma harus bersikap dinamis dan jangan selalu terjebak dalam romantisme persma masa lalu. Saya berpikir bahwa musuh persma saat ini ada di dalam tubuh persma itu sendiri.
Kini persma mempunyai tugas lebih berat dibandingkan persma masa lalu. Selain memerankan fungsinya sebagai pers alternatif, persma juga harus beradaptasi dengan pasarnya dan mencari cara bagaimana mengemas media lebih baik agar tak ditinggal pasarnya. Saya pikir itu adalah pekerjaan rumah pertama yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Sebelum aksi turun ke jalan. Sebab, jika media kita tak sampai pada para pembaca atau pendengar untuk apa persma ada?
Meski zaman telah berubah, persma harus berperan sebagai mercusuar kala media main stream tak lagi memiliki sikap indepen dan hanya mengikuti si empunya media itu sendiri. Coba kita perhatikan media main stream saat ini. Persma harus bersikap kritis yang kuat dan dalam terhadap permasalahan di kampus, sebagai pengontrol orang rektorat hingga isu nasional. Persma akan terus hidup sebagai media alternatif karena memiliki ideologi yang kuat dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pemodal. Tak seperti media main stream saat ini. Hidup Pers Mahasiswa! (M. Januar)

0 komentar:

Posting Komentar